Text
Kilasan Kisah Soegijapronata
Sebagai imam Katolik, dan kemudian menjadi uskup, tugas utama Soegijapranata adalah menggembalakan umat Katolik. Meskipun demikian, dalam lintasan sejarahnya kiprah kekaryaan Soegijapranata tidak hanya berdimensi kegerejaan (kekatolikan) tetapi juga sarat dengan dimensi kebangsaan (keindonesiaan). Dimensi kebangsaan ini sudah tampak ketika ia memutuskan untuk menjadi imam. Konon, ia tidak menemukan profesi lain yang lebih memungkinkan bagi dirinya untuk memuliakan Tuhan dan sekaligus untuk mengabdi bangsa Indonesia selain menjadi imam.
Dimensi kebangsaan Soegijapranata ini tidak pernah kendur dan terus menguat. Hal ini antara lain tampak pada: 1) keterlibatannya dalam mengem bangkan majalah Katolik berbahasa Jawa, Swaratama, yang tidak pernah berhenti menyuarakan aspirasi-aspirasi kebangsaan; 2) dukungan moralnya terhadap Pakempalan Politik Katholiek Djawi yang berdiri pada tahun 1923 dan terus berproses hingga menjadi Perkumpulan Politik Katolik Indonesia; 3) keputusan fenomenalnya selaku uskup yang pada awal kemerdekaan dengan tegas menginstruksikan kepada umat Katolik Jawa (Indonesia) yang digembalakannya untuk terlibat aktif dalam revolusi nasional, yang secara simbolik ia sendiri wujudkan dengan memindahkan kantor kevikariatannya dari Semarang ke Yogyakarta seiring dengan kepindahan pemerintah RI ke kota perjuangan itu; dan 4) ke teguhan untuk terus menyuarakan semboyan "100% Katolik, 100% Indonesia" kepada umat Katolik Indonesia.
Tidak tersedia versi lain